Sabtu, 05 Januari 2013

Kemarau yang Dulu

      Sebuah masa lalu menjelma menjadi pantulyang hadir kembali pada zamanku menatap langiit kini. Hadir dengan rindu dendang yang singkirkan senang saat ini. Daraatan menjadi genangan air tempatku menyelam. Menggertak lembayung sampai ke pelipis timur yang terbenam. Aku masih menangis.

       Ku-kurung amarah dengan rupa sedikit membisu. Sengaja ku tidak banyak berkata karena awan masih menatapku mendung. Angin teman masa lalu hadir didepan balkon sepoi rambut pirang ini. ku tatap mega langit "tuhan, Apakah aku bisa bertanggung jawab?" hati kemarau entah kemana air mata berlabuh.
Jantung serasa lemah tak berdaya. Apalagi dengan malau dan nestapa yang tertimbun menghambur-hamburkan cerita. "apa ini pelajaran?" bisik-bisik nyamuk itu tak memberiku penjelasan. Yang kutemui justru sebuah ketidaktenangan. Lalu, kemana air mengalir? kemana angn bertiup? jika aku terus sembunyi dan terkadang merintih ingin akhiri hidup mimpi yang kujalani.

       Lautan masih biru, awan masih putih dan lembayung masih orange. Entah kapan hari itu tiba. Dimana lautan akan berubah menjadi merah tertumpah darah. Awan akan menjadi hitam pekat dan lembayung tak akan kembali ke timur dan singgah tanpa orange.

        Madu-pun juga masih manis tak jauh berbeda dengan gula-gula itu. Matahari, bulan, dan bintang masih silih berganti terbit dan tenggelam. Wajah-wajah lugu masih memberiku sapa. Tapi mereka yang suram lihatkan musaman wajah mengiris dan menamparku kembali. Aku bagaikan lumut yang hinggap di tembok, iiya hanya tertempel. Mungkin akupun masih belum lepas dari cengkraman masa lalu yang pahit.

        Apalagi yang menggandrung jiwa ini?  kesepian dan janji ingkar selalu menyerang dan mencaci maki mata dan hati ini. Andai bumi bisa kembali kuputar ke tempat detik, menit, dan jam masa laluku menjelma. Mungkin dulu ku takan sepahit itu.

        Ruangan menjadi semakin ramai. Tapi aku madsih berharap keyboard dan monitor ini menjadi langkah petunjuk kemana aku akan tertawa lagi. Aku kebingungan, seyogianya mereka hadir dengan awal yang merayu.

         Nafas  ini buat aku meragu . bak tidur yang tidak terlelap tetapi mengantuk itu tak kunjung pergi. Mata ini juga sibuk menatap jiwa-jiwa yang sepi. Seperti rasa dan raga yang menyepi meluruskan runtuhan dan serpihan hati.

         Biarlah.. biarlah menjadi pelabuhan runtuhnya dosa-dosaku. Agar kupijak-kan langkah ini pada kesucian imanku ditelaga syurga. "AMPUNI AKU TUHAN, JIKA MATA, MULUT DAN HATI YANG SEMPAT TERNODAI. DAN LAMPAUILAN JANJI MUSLIM DENGAN KERIDHAANMU. JAGALAH HARGA DIRI INI MESKI HENDAK DAN PERNAH DICACI.. DIMAKI BAHKAN DIDZALIMI. JADIKAN MASA LALU ITU MENJADI PENGGUGUR DOSAKU. TUTUPLAH AMALKU DENGAN AMAL YANG BAIK. DAN SIRAMILAH AKU DENGAN HUJAN KEDAMAIAN. AMPUNI AKU!" berjuta uraian menghalangi urat nadi yang semakin tak tenang. huft,, kubuang nafas dahaga mencoba mengambil postur kesabaran.

Bukannya aku ingin menari dan menoreh masa ria pada posisi baru. Tapi aku sedikit curiga pada diri ini. Ada apa dan apa maksud masa lalu itu menyentuhku kembali.

        Sungguh aku ingin memperbaiki optimisku dan menghapus pesimisku. "Tuhan, hapus nafas busuk yang menyayat tenggorokan dan kerongkongan ini. Jadikan nafas hidup ini sesegar udara syurgamu itu. amin!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar